Sejarah Perkembangan Hadist

Oleh : Farida Nuraini


BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang

Di era globalisasi ini, mempelajari pengetahuan dan teknologi sudah menjadi suatu. Ilmu Pengetahuan dan teknologi ( IPTEK ) seakan-akan menjadi patokan modern atau tidaknya sebuah masyarakat. Seseorang dikatakan modern apabila ia mampu menyesuaikan diri dan mengikuti perkembangan pada saat itu.
Manusia mampu mengembangkan bahkan menciptakan sesuatu yang belum ada dengan kemampuan ipteknya.Dulu, bila ingin memperoleh informasi tentang negara lain seseorang harus mengunjungi negara tersebut demi mendapatkannya dan itupun membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Perkembangan tekhnologi membuat manusia semakin mudah, efisien, dalam menjalankan kehidupan..
Disisi lain, ada hal yang mulai terabaikan oleh masyarakat, khususnya kaum muslimin, yaitu mempelajari Al Qur’an dan Hadits. Hanya sebagian kecil kaum muslimin yang masih konsisten mempelajarinya. Al Qur’an dan Hadits bukanlah tugas dari orang-orang yang mahasiswa atau lulusan Perguruan tinggi Islam atau jurusan Agama Islam, akan tetapi Al Qur’an dan Hadits harus dipelajari dengan sungguh-sungguh oleh seluruh kaum muslimin apapun tugas dan jabatannya. Al Qur’an dan Hadits adalah sumber rujukan dalam menjalankan Agama yang dipeluknya. Seorang ahli sains, ahli ekonomi, ahli apapun harus mempelajarinya. Demikian juga kaum profesional, baik sebagai guru/Dosen, Dokter, atau lainnya yang beragama Islam harus mempelajari keduanya. Apalagi dalam Al Qur’an bukan hanya berisi hal-hal yang bersifat akhirat saja, tetapi seluruh aspek kehidupan ada dalam Al Qur’an dan penerapannya diungkapkan dalan Hadits. Terabaikanya belajar hadits dan perkembangannya pada saat ini, dijadikan peluang oleh pihak lain yang ingin meredupkan cahaya Islam yang terpancar pada umatnya. Berbagai strategi mereka lakukan untuk tujuan tersebut, diantaranya mencampuradukkan hadits asli dengan hadits palsu. Penyebaran hadits –hadits palsu diiringi dengan cerita-cerita israiliyah, sehingga pemahaman umat Islam akan menyimpang. Tahap selanjutnya mereka akan menilai bahwa islam dinilai banyak hal-hal yang kontradiktif dengan kehidupan riil dan akhirnya Islam ditinggalkan. Kejadian ini bukan hanya terjadi di desa-desa yang rendah tingkat pendidikannya akan tetapi terjadi juga di kota-kota yang masyarakatnya berpendidikan. Memang ada, namun sedikit orang yang mempelajari hadits, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti mempelajari hadits tidak hanya artinya saja tetapi beserta sumbernya, dan shahih atau dhaifnya hadits itu. Mepelajari hadist secara sempurna bukan untuk menjadi ahli Hadits, tetapi dalam rangka lebih memahami makna dan penerapannya. Dengan pemahaman yang lebih baik terhadap Hadits, maka penerapan dalam hidup dan kehidupannya lebih tepat.

Sebelum mempelajari makna hadits-hadits, tahap awal yang seharusnya diketahui atau dipelari adalah perkembangan Hadits mencakup pemahaman mengenai Hadits dan sunnah, Perkembangan pembukuan hadits, Kedudukan hadits ,Tokoh-tokoh perawi hadits, Perkembangan hadits dari masa ke masa dan Peranan hadits



B.Rumusan Masalah
Dalam kenyataan masih banyak kaum muslimin yang mengabaikan belajar Hadist, terlebih lagi mempelajari perkembangan hadits dari waktu ke waktu. Apabila mereka ingin mempelajari perkembangan Hadits, belum tahu apa saja yang seharusnya dipelajarinya.

C.Tujuan Masalah
Makalah ini disajikan dengan tujuan untuk memberikan gambaran tentang hal-hal yang terkait dengan pemahaman atas perkembangan Hadits yang mencakup

1.Perbedaan Hadits dan sunnah
2.Perkembangan pembukuan hadits
3.Kedudukan hadits
4.Tokoh-tokoh perawi hadits yang Populer
5.Perkembangan hadits dari masa ke masa
6.Peranan hadits

Bab II
PEMBAHASAN

A.Perkembangan Hadits Dari Abad Ke Abad
a.Penulisan Hadits pada abad 1 Hijriyah
1)Di masa Nabi SAW masih hidup
Pada waktu Nabi masih hidup hadits tidak ditulis, hanya diriwayatkan/ disampaikan dari mulut ke mulut. Hal ini disebabkan karena Nabi melarang untuk menulisnya, yang disuruh ditulis hanyalah Al Qur’an, sebagaimana sabdanya berbunyi:
“Janganlah sekali-kali kamu sekalian menulis sesuatu dariku kecuali Al Qur’an, dan barang siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain Al Qur’an maka hendaklah menghapusnya..........” (HR.Muslim)
Berdasarkan Haits tersebut, maka para sahabat tidak menulis hadits, akan tetapi mereka hanya menghafal saja semua Hadits yang mereka terima dari Nabi, karena para sahabat terkenal dengan kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Begitu pula dalam menyampaikan Hadits itu kepada sahabat yang lain langsung dari hafalan merka dengan tulisan.
Meskipun demikian, ada juga beberapa sahabat yang menulisnya sehingga mereka mempunyai lembaran-lembaran tulisan hadits. Adanya sebagian sahabat yang menuliskan hadits (meskipun ada larangan dari Nabi), karena mereka mendapat izin khusus dari Nabi.
Sebagaimana sabda Nabi yang berbunyi:
“Tulislah olehmu sesuatu dariku. Maka demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dari mulutku kecuali kebenaran.”
Kelihatan antara hadits ynag pertama dengan yang kedua tampak konradiksi, namun hakikatnya tidak. Para ulama’ menganalisa kedua hadits tersebut sebagai berikut:
a) Larangan itu bersifat umum, karena dikhawatirkan akan terjadinya campur aduk antara Al Qur’an dengan Hadits Nabi. Dan ijin penulisan hadits hanya diberikan kepada orang- orang tertentu saja.
b) Yang dilarang itu adalah penulisan secara umum atau secara pembukuan resmi seperti penulisan Al Qur’an. Sedangkan ijin penulisan hadits hanya diberikan untuk kepentingan pribadi.
c) Ijin penulisan hadits itu dimungkinkan setelah hilangnya keraguan bercampurnya Hadits dengan Al Qur’an.
Di antara para sahabat yang mempunyai lembaran tulisan hadits ialah: Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Amr bin Ash, Anas bin Malik.
2) Hadits pada masa sahabat
Pada masa khulafaur Rasyidin, Hadits telah tersebar luar ke berbagai pelosok negeri dibawa oleh sahabat-sahabat Nabi yang berpencar meninggalkan madinah setelah Nabi wafat. Meskipun demikian para sahabat tidak ada yang berani memulai menulisnya, bahkan Abu Bakar dan Umar keduanya masih tertuju perhatianya kepada Al Qur’an. Demikian pula pada masa Khalifah Usman dan Ali, meskipun Al Qur’an telah selesai ditulis dibukukan hadits tetap belum ditulis apalagi dibukukan dengan alasan:
a) Hadits-hadits itu tersebar luas, sehingga sulit untuk ditentukan berapa yang telah dihafal dan berapa yang belum.
b) Lafal-lafal hadits itu kuang terpelihara dari kemungkinan bertambah atau berkurang.
c) Para ulama’ berbeda pendapat mengenal lafal-lafal dan susunan kalimat hadits, karena itu mereka menganggap tidak shah membukukan hadits yang masih diperselisihkan
d) Jika dibukukan hadits-hadits yang tidak diperselisihkan dan meninggalkan hadits-hadits yang diperselisihkan, dikhawatirkan bahwa yang tidak ditulis itu akan didustakan, padahal hadits-hadits itu masih banyak yang penting dan tinggi nilainya sertawajib dijadikan pedoman.


b. Penulisan dan Pembukuan Hadits pada abad ke II H
Pembukuan hadits diprakarsai oleh Umar bin Abdul Aziz salah seorang Bani Umayyah. Adapun yang mendorong beliau untuk membukukan hadits adalah para perawi/ penghafal hadits kian lama kian banyak yang meninggal dunia , jika tidak segera dibukukan maka hadits-hadits itu akan lenyap bersama-sama para perawi / penghafalnya.
Kitab-kitab hadits yang disusun pada abad ke II H. Ialah (1) Al Muwatto karya Imam Malik,(2) Al Maroghi, karya Muhammad bin Ishaq,(3) Al Jami’, karya Abdurrazad,(4) Al Musannaf, karya Al Auza’i, (5) Al Musnad, karya Asy-Syafi’i, dsb.
Penulisan pada zaman tabiin ini masih bercampur antara sabda Rasulullah SAW dengan fatwa sahabat serta tabiin, seperti dalam kitab Muwatta yang disusun Imam Malik. Para ulama hadits ada yang mengatakan bahwa kitab-kitab hadits ini termasuk kategori musnad ( kitab yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat yang menerima hadits dari Nabi SAW) dan adapula yang memasukkannya kedalam kategori al-jami’ (kitab hadits yang memuat delapan pokok masalah, yaitu akidah, hukum, tafsir, etika makan dan minum,tarikh, sejarah kehidupan Nabi SAW, akhlak, serta perbuatan baik dan tercela) atau al mu’jam ( kitab yang memuat hadits menurut nama sahabat, guru, kabilah, atau tempat hadits itu didapatkan; yang diurutkan secara alfabetis).
c. Penulisan dan Pembukuan Hadits pada abad III H
Awal abad III H, adalah masa dimulainya pembukuan hadits yang semata-mata hadits saja, tidak dicampuri dengan fatwa sahabat dan fatwa Tabi’in. Mereka menyusun kitab-kitab hadits berdasarkan nama- nama orang yang pertama meriwayatkan hadits itu (Musnad). Mereka uang mula-mula menyusun kitab-kitab secara Musnad antara lain:
1.Abdullah bin Musa Al Abbasi.
2.Musaddad bin Marahad
3.As’ad bin Musa Al
4.Nu’aim bin Hammad Al Khuza’i
5.Ahmad bin Hambal
6.Ishaq bin Rahawaih
7.Usman bin Abi Syaibah.
Pada pertengahan abad III H. Memperhatikan para perawi dan mensyaratkan penerimaan haditsnya, sehingga timbullah usaha-usaha mereka berupa:
1.Membahas keadaan para perawi hadits dari segi adil atau cacatnya, sifat-sifatnya, tahu masa hidupnya, gurunya dan teman-teman hidupnya.
2.Mentashihkan Hadits( memisahkan antara hadits Shaheh dengan Hadits Dlaif)
D.Penulisan dan Pembukuan Hadits pada abad IV H
Ulama Muttaqodimin, yaitu ulama yang hidup antara abad pertama sampai abad ketiga hijriyah, mereka disibukkan oleh pencarian, penulisan dan pembukuan Hadits. Maka ulama’ Mutaakhirin (ulama’ yang hidup pada abad keempat dan sesudahnya) dihadapkan kepada perkembangan baru yaitu:
1.Meneliti kitab-kitab hadits yang telah disusun oleh para ulama’ mutaqoddimin.
2.Mengumpulkan hadits-hadits shahih yang belum terdapat pada kitab-kitab hadits abad ketiga.
3.Mengahafalkan hadits-hadits yang telah ada pada kitab-kitab shahih terdahulu.

Kitab-kitab hadits yang terkenal dilahirkan pada abad keempat hijriyah:
1.Al Mu’jamul Kabir
2.Al Mu’jamul Ausath
3.Al Mu’jamush Shaghir
Ketigha kitab Hadits tersebut diatas karya Imam Ath-Thabari

E.Penulisan dan Pembukuan Hadits pada abad V H.dan sesudahnya.
Pada abad kelima dan sesudahnya tidak banyak berbeda dengan kitab-kitab hadits yang disusun pada abad keempat, karena hanya bersifat menyempurnakan penyusunan materi haditsnya maupun teknik pembukuan . Kitab-kitab Hadits yang terkenal pada abda kelima hijriah:
1)As-Sunanul Kubra
2)As Sunanush Shughra ( Kedua kitab ini Karya Imam Baihaqi)
3)Al Jami’ Bainash Shahihaini karya Ismail Ibnu Ahmad
4)Bahrul Asanid karya Hasan ibn Ahmad As- Samarqandi
Kitab-kitab hadits yang terkenal pada abad keenam hijriyah:
1.Tadrijush Shihah, karya Abul Hasan Muhammad ibn Razin bin Muawiyah.
2.Al- Jami’ Bainash Shahihaini, karya Husain bin Mas’ud

Hadits atau yang sering disebut juga sunnah adalah perkataan, perbuatan dan takrir(diam sebagai tanda setuju atau boleh atas perbuatan para sahabat) Nabi Muhammad SAW. Kedudukan hadits dalam ajaran Islam sebagai sumber hukum setelah Al Qur’an. Fungsi hadits, sebagai sumber hukum Islam yang kedua, adalah menguraikan segala sesuatu yang disampaikan dalam Al Qur’an secara global, samar dan singkat. Dengan demikian, Al qur’an dan hadits menjadi satu kesatuan pedoman bagi umat Islam.

Ketika Rasulullah SAW masih hidup Hadits tidak ditulis, melainkan disampaikan dari mulut ke mulut dan dihafal oleh para sahabat. Mereka tidak hanya hanya lafaz dan memahami makna hadits, melainkan juga mengetahui secara pasti situasi yang melatarbelakangi disabdakannya hadits tersebut. Hal itu, tentu saja karena sikap Rasulullah SAW. yang sangat bijak, dengan sabar dan tiada mengenal lelah melayani para sahabat yang datang secara bergiliran kepadanya menanyakan persoalan, termasuk perihal Al Qur’an dan hadits.

Seiring perkembangan zaman, akhirnya hadits dibukukan;dengan alasan banyak sahabat Nabi yang berpencar meninggalkan Madinah, dan para penghafal/ perawi kian lama kian banyak yang meninggal.

Hadits mulai dibukukan oleh Umar bin Abdul Aziz salah seorang Bani Umayyah. Dia menyuruh Gubenur Madinah yaitu Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm agar memperhatikan hadits, yaitu mengumpulkan dan membukukannya. Ibnu Hazm diperintahkan oleh khalifah untuk membukukan Hadits yang ada pada pada Amrah bin Abdirrahman( murid Aisyah) dan Hadits-hadits yang ada pada Qosim bin Muhammad bin Abi Bakar.


Selain Ibnu Hazm muncul pula ulama besaar yang membukukan hadits ialah Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab Az Zuhri . Beliau adalah salah satu ulama yang mendapat surat perintah tertulis. Beliau mulai mengumpulkan hadits, kemudian membahas dan memisahkan antara hadits yang shahih dan yang da’if.

Dari waktu ke waktu, pembukuan hadits berkembang dengan pesat. Pada akhir abad kedua hijriyah, misalnya, penyusunan hadits mulai dilakukan secara musnad, yakni mendampingkan hadits-hadits yang membahas masalah-masalah yang saling berkaitan.Misalnya hadits masalah saat diletakkan berdampingan dengan hadits masalah zakat dan jual-beli. Pada abad ini terkenallah Imam Ahmad bin Hambal sebagai ulama terbaik yang menyusun hadits secara musnad.

Bab III
PENUTUP
A.Simpulan
Sehubungan Hadist perlu difahami oleh seluruh umat Islam. Maka hal yang harus difahami terlebih dahulu adalah perkembangan Hadits, meliputi :
1.Pengertian Hadits dan Sunnah
2.Perkembangan Pembukuan Hadits
3.Kedudukan Hadits
4.Tokoh-Tokoh Perawi Hadits
5.Perkembangan Hadits dari Masa ke Masa
6.Peranan Hadits

B.Saran
1.Umat Islam sebaiknya mempelajari hadits dan perkembangannya
2.Perlu kajian lebih lanjut tentang peranan Hadist diera globalisasi.

0 komentar: