Perkembangan Tasawuf

Oleh : Farida Nuraini

PENDAHULUAN

A.Pengertian Tasawuf dan Sufi

Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melaui penyucian rohnya. Tidak mengherankan kalau kata sufi dan Tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata :
1) Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi
banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat,
terutama salat dan puasa.
2) Saf(baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama ditempati oleh
orang-orang yang cepat datang ke mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang
yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat Al Qur’an dan berdzikir
sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah berusaha membersihkan
diri dan dekat dengan Tuhan.
3) Ahl al- Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan
meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang
miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai
suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa,
berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat
kaum sufi.
4) Sophos(bahasa Yunani yang masuk ke dalam filsafat Islam yang berarti hikmat, dan
kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena
kata sophos telah masuk ke dalam falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan
sin dan bukan shad seperti yang terdapat dalam Tasawuf.
5) Suf( kain wol). Dalam sejarah Tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan
Tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan
kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini
melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dunia.
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima
sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk
menjaukan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani.

B. Ajaran Tasawuf

Ajaran Tasawuf termasuk ajaran Islam, yang tercangkup dalam sendi Ihsan, yang
berfungsi untuk memperkuat pengamalan sendi Aqidah (Keimanan)dan sendi Syar’iah.
Pembagian Tasawuf menjadi tiga macam, yaitu:
1) Tasawuf Aqidah: yaitu lingkup pembicaraan Tasawuf yang menerangkan masalah-
masalah metafisis (hal-hal yang ghaib), yang unsur-unsur keimanan terhadap
Tuhan, adanya malaikat, Syurga, Neraka dan sebagainya.
2) Tasawuf Ibadah; yaitu Tasawuf yang menekankan pembicaraannya dalam masalah
rahasia ibadah(Asraarul ’Ibaadah), sehingga di dalamnya terdapat pembahasan
mengenai rahasia ibadah (Asraaruth Thahaarah), rahasia Shalat (Asraarush
Shalaah), rahasia Zakat ( Asraaruz Zakaah), rahasia Puasa ( Asraarush Shauum),
rahasia Haji ( Asraarul Hajj) dan sebagainya.
3) Tasawuf Akhlaq; yaitu Tasawuf yang menekankan pembahasannya pada budi pekerti
yang akan mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat,
sehingga didalamnya membahas masalah akhlaq, antara lain:
a)Bertaubat (At-Taubah) ;Yaitu keinsafan seseorang dari perbuatannya yang
buruk, sehingga ia menyesali perbuatannya, lalu melakukan perbuatan yang
baik;
b)Bersyukur (Asy-Syukru); yaitu berterima kasih kepada Allah, dengan
mempergunakan segala nikmat-Nya kepada hal-hal yang diperintahkan-Nya.
c)Bersabar(Ash-Shabru);yaitu tahan terhadap kesulitan dan musibah yang
menimpanya.
d)Bertawakkal( At-Tawakkaal); yaitu memasrahkan sesuatu kepada Allah SWT.
setelah berbuat sesuatu semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan;
e)Bersikap Ikhlas(Al-Ikhlaash); yaitu membersihkan perbuatan riya(sifat
menunjuk-nunjukkan kepada orang lain), demi kejernihan perbuatan yang kita
lakukan.


C.Tokoh-Tokoh Shufi

a)Umar bin Khathtab; wafat tahun 23 H. Beliau termasuk orang yang tinggi kasih
sayangnya terhadap sesama manusia. Maka ketika ia menjadi khalifah, beliau
selalu mengadakan pengamatan langsung terhadap keadaan rakyatnya. Suatu ketika,
Umar mendapatkan seorang ibu yang berpura-pura memasak untuk menyenangkan tangis
anak-anaknya yang sangat lapar. Ketika Umar menyelidikinya, ia melihatnya bahwa
yang dimasak itu adalah batu, maka beliau bertanya kepada ibu itu; mengapa anda
tidak memasak roti, hanya memasak batu? Jawab si ibu. Saya tidak mempunyai
gandum. Seketika itu pula Umar pulang dengan cepat mengambil gandum di Baitul
Maal, kemudian ia sendiri yang memikulnya untuk memberikan kepada ibu yang
miskin tadi. Maka di sinilahterlihat sikap tawadhu’ Umar sebagai seorang shufi.
Dan ia senang hidup dalam kemiskinan sebagaimana halnya Abu Bakar.
b)Salman AL-Faarisiy. Sejak Salman masih beragama Masehi, ia sudah dikenal sebagai
orang yang sangat arif dan mengetahui secara mendalam ilmu-ilmu ghaib. Ia pernah
meramalkan akan datangnya seorang Rasul yang terakhir (yaitu Muhammad). Iapun
tergolong ahli Zuhud orng-orang Masehi yang senang mengembara ke berbagai negeri
dengan cara hidup yang miskin, padahal ia adalah seorang putera dari penguasa
yang kaya-raya disuatu negeri. Ketika bertemu dengan Rasulullah, ia langsung
mempercayai ajarannya, karena telah melihat tanda-tanda kenabian pada bahu
sebelah kanan beliau, yang persis sama dengan kitab-kitab yang pernah
diberitakan sebelumnya dalam injil. Dan ketika ia menganut agama Islam, ia
tertarik kepada ajaran Tasawuf, sehingga sangat tekun mencontohi kehidupan nabi
dalam bidang tersebut. Dalam kehidupannya sebagai seorang Shufi, maka ia
tergolong dari ”Ahlush Shuffah” yang selalu mengamalkan ajaran zuhud; yang pada
akhirnya ajaran tersebut berkembang di kota Bashrah di akhir abad ke dua
Hijriyah.
c)Rabi’ah Al-’Adawiyah;wafat tahun 185 H. Ia terkenal sebagai Ulama Shufi yang
mempunyai banyak murid dari kalangan wanita pula. Kalau al-Hasan menganut
ajaran zuhud dengan menonjolkan falsafah tawakal, khauf dan raja’, maka Rabi’ah
menganut ajaran zuhud dengan menonjolkan falsafah hubb(cinta) dan syauq (rindu)
kepada Allah.

PEMBAHASAN


A.Pandangan Masyarakat dan Ulama Terhadap Tasawuf
Pandangan Masyarakat terhadap tasawuf berbeda-beda .Ada yang memujinya, tidak sedikit pula yang menolaknya bahkan ada yang menuduh dengan tuduhan –tuduhan miring. Kebanyakan orang yang menolaknya adalah orang yang belum mengenalnya karena merasa asing dan tidak tahu, orang cendrung untuk menjauhi atau enggan untuk mempelajarinya dan mengejeknya Seperti dalam dunia sufi dikenal istilah zuhud. Kemudian orang sering salah mengartikan bahwa zuhud adalah benci segala hal duniawi. Zuhud identik dengan malas kerja, dst. Padahal kalau kita teliti dengan sedikit kesabaran tentang apa itu arti zuhud yang dimaksud para sufi, maka kita akan menemukan bahwa zuhud yang dimaksud tidak seperti persepsi di atas. Abu Thalib al-Maki, seorang tokoh sufi, misalnya, punya pandangan bahwa bekerja dan memiliki harta sama sekali tidak mengurangi arti zuhud dan tawakal.
Namun, bagi yang memujinya menganggap Tasawuf adalah jalan pendekatan diri kepada Tuhan. Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat melihat Tuhan dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan Tuhan demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harus menempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf. Jalan itu disebut tariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah berasal kata tarekat dalam bahasa Indonesia. Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri, dibagi kaum sufi ke dalam stasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut maqamat -tempat seorang calon sufi menunggu sambil berusaha keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan perjalanan ke stasion berikutnya. Sebagaimana telah di sebut diatas penyucian diri diusahakan melalui ibadat, terutama puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Maka, seorang calon sufi banyak melaksanakan ibadat. Tujuan semua ibadat dalam Islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian diri calon sufi secara berangsur.
Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama yang harus dilakukan seseorang adalah tobat dari dosa-dosanya. Karena itu, stasion pertama dalam tasawuf adalah tobat. Pada mulanya seorang calon sufi harus tobat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya Kalau ia telah berhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosa-dosa kecil, kemudian dari perbuatan makruh dan selanjutnya dari perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah taubah nasuha, yaitu tobat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu panjang. Untuk memantapkan tobatnya ia pindah ke stasion kedua, yaitu zuhud. Di stasion ini ia menjauhkan diri dari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat, puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunya lemah, dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum hanya untuk mempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit tidur dan banyak beribadat. Pakaiannyapun sederhana. Ia menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak bisa lagi digoda oleh kesenangan dunia dan kelezatan materi. Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, dan itu diperolehnya dalam berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan berdzikir.
Kalau kesenangan dunia dan kelezatan materi tak bisa menggodanya lagi, ia keluar dari pengasingannya masuk kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan berdzikir. Ia juga akan selalu naik haji. Sampailah ia ke stasion wara'. Di stasion ini ia dijauhkan Tuhan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Dalam literatur tasawuf disebut bahwa al-Muhasibi menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat. Bisyr al-Hafi tidak bisa mengulurkan tangan ke arah makanan yang berisi syubhat.
Dari stasion wara', ia pindah ke stasion faqr. Di stasion ini ia menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak meminta sungguhpun ia tidak punya. Ia tidak meminta tapi tidak menolak pemberian Tuhan.
Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke stasion sabar. Ia sabar bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Tuhan yang berat dan menjauhi larangan-larangan Tuhan yang penuh godaan, tetapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakan Tuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan dari Tuhan, bahkan ia tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan. Ia sabar menderita.
Selanjutnya ia pindah ke stasion tawakkal. Ia menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Ia tidak memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini. Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia selamanya merasa tenteram. Kendatipun ada padanya, ia tidak mau makan, karena ada orang yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Ia bersikap seperti telah mati.
Dari stasion tawakkal, ia meningkat ke stasion ridla. Dari stasion ini ia tidak menentang percobaan dari Tuhan bahkan ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk surga dan dijauhkan dari neraka. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta kepada Tuhan. Di sini ia telah dekat sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintu melihat Tuhan dengan hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan Tuhan.
Karena stasion-stasion tersebut di atas baru merupakan tempat penyucian diri bagi orang yang memasuki jalan tasawuf, ia sebenarnya belumlah menjadi sufi, tapi baru menjadi zahid atau calon sufi. Ia menjadi sufi setelah sampai ke stasion berikutnya dan memperoleh pengalaman-pengalaman tasawuf.
B.Peta Masyarakat yang Menjalankan Ajaran Tasawuf

Tersebarnya ajaran Tasawuf di Indonesia, tercatat sejak masuknya agama Islam di negeri ini. Ketika pedagang-pedagang Muslim mengislamkan orang-orang Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga pendekatan Tasawuf.
Perkembangan Tasawuf di setiap berbeda-beda. Perkembangan Tasawuf di Parungkuda berbeda dengan daerah Cicurug berbeda pula dengan daerah Sukabumi. Di Kompa, masyarakat menerjemahkan tasawuf secara negatif dengan cara menolak mengikuti perkembangan tekhnologi seperti masuknya aliran listrik, dan menolak adanya speaker. Masyarakat daerah ini masih memegang teguh adat dan kebiasaan dulu. Banyak lagi adat kebiasaan yang masih dilaksanakan oleh masyarakat daerah ini seperti menolak pernikahan dengan orang yang tidak sepaham dengannya, menolak bersekolah, dan menolak berinteraksi dengan yang lain karena itu semua bisa melunturkan adat kebiasaan yang ada.

Di tempat lain Tasawuf dilaksanakan dengan ibadah yang bersifat positif, seperti kegiatan-kegiatan pengajian rutin, wirid bersama, pengajian bergilir di setiap mushola dan membangun silaturrahmi yang baik diantara warga/anggota pengajian.

PENUTUP
Pemerintah dalam ini Departemen Agama, semestinya memiliki program yang mampu memperbaiki dan meningkatkan pemahaman tasawuf secara benar. Pemahaman yang berlandaskan Al Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad. Pemahaman yang keliru akan berpengaruh terhadap kemajuan masyarakat.
Mudah-mudahan dengan program baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemerintah bekerja sama dengan para ulama dan pesantren serta lembaga Islam lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Madjid, Nurcholish,dkk.1994. Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Jakarta:Lazis Paramadina.
Mahyuddin. 1998. Akhlak Tasawuf. Jakarta:Kalam Mulia.
Hakikat dan Sejarah Tasawuf oleh Aang Asy’ari ,Lc.

0 komentar: